Berdasarkan Undang-undang Nomor 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Presiden selaku Kepala
Pemerintahan diberi amanat untuk mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian
intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara. Atas dasar peraturan tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2008 pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). PP Nomor 60/2008 ini selanjutnya memberi
arahan tentang konsep SPIP dan cara pelaksanaannya.
Definisi
Pengertian
Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah:
Proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
SPI yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah disebut SPI Pemerintah (SPIP). SPIP wajib dilaksanakan oleh
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota untuk mencapai
pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai terhadap empat hal, yaitu :
1. Tercapainya efektivitas dan efisiensi
pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara
2. Keandalan pelaporan keuangan
3. Pengamanan aset negara
4. Ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Tujuan tersebut mengisyaratkan
bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar, SPIP akan memberi jaminan dimana
seluruh penyelenggara negara, mulai dari pimpinan hingga pegawai di instansi
pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan.
Akibatnya, tidak akan terjadi penyelewengan yang dapat menimbulkan kerugian
negara. Ini dapat dibuktikan, misalnya, melalui laporan keuangan pemerintah
yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian.
Unsur-unsur SPIP
Penerapan SPIP bersifat menyatu
dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah. Ia bukan bagian
terpisah dari kegiatan, ataupun ditambahkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang
telah disusun. Sebaliknya, SPIP berjalan bersama-sama dengan kegiatan lain
dalam satuan kerja instansi pemerintah. Ini tercermin dalam unsur-unsur yang
ada dalam SPIP, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian
PP Nomor 60/2008 mewajibkan
Pimpinan Instansi Pemerintah untuk menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan
Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya. Hal ini merupakan
komponen yang sangat penting dan menjadi unsur dasar di dalam SPIP. Kemampuan
pimpinan untuk menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang kondusif akan
menjadi motivasi kuat bagi para pegawai untuk memberikan yang terbaik dalam
pelaksanaan pekerjaannya. Sebaliknya, pimpinan yang tidak/kurang kompeten dalam
menciptakan lingkungan yang positif akan berpotensi mempengaruhi pegawai untuk
melakukan hal-hal negatif yang dapat merugikan instansinya.
Untuk menciptakan lingkungan pengendalian seperti
dimaksud PP tersebut, pimpinan instansi dapat menerapkannya melalui:
a. Penegakan integritas dan nilai etika;
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Kepemimpinan yang kondusif;
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan;
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
yang tepat;
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang
sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern
pemerintah yang efektif; dan
h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi
Pemerintah terkait.
2. Penilaian risiko
Penilaian risiko merupakan suatu
proses pengidentifikasian dan penganalisaan risiko-risiko yang relevan dalam
rangka pencapaian tujuan entitas dan penentuan reaksi yang tepat terhadap
risiko yang timbul akibat perubahan (Djasoerah:2010). Ini berarti bahwa penilaian
risiko dimulai dari penetapan tujuan dan berakhir dengan penentuan reaksi
terhadap risiko.
Oleh karena itu, pimpinan instansi pemerintah
melakukan penilaian resiko melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Menetapkan tujuan instansi dengan cara
memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis,
dan terikat waktu.
b. Menetapkan tujuan pada tingkatan kegiatan
berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah.
c. Melakukan identifikasi risiko untuk
mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal dengan menggunakan
metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada
tingkatan kegiatan secara komprehensif.
d. Melakukan analisa risiko untuk menentukan
dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan
Instansi Pemerintah.
Selanjutnya, pimpinan instansi menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Dalam
mempertimbangkan risiko, pimpinan Instansi Pemerintah mengambil keputusan setelah
dengan cermat menganalisis risiko terkait dan menentukan bagaimana risiko
tersebut diminimalkan (Penjelasan Pasal 7).
3. Kegiatan pengendalian;
Pimpinan Instansi Pemerintah
wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas,
dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Yang
dimaksud dengan “kegiatan pengendalian” adalah tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif
Kegiatan pengendalian dilaksanakan dalam bentuk:
a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang
bersangkutan;
b. Pembinaan sumber daya manusia;
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem
informasi;
d. Pengendalian fisik atas aset;
e. Penetapan dan reviu atas indikator dan
ukuran kinerja;
f. Pemisahan fungsi;
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang
penting;
h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas
transaksi dan kejadian;
i. Pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya;
j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan
pencatatannya; dan
k. Dokumentasi yang baik atas Sistem
Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.
4. Informasi dan komunikasi;
Informasi yang ada di dalam
organisasi diidentifikasi, dicatat dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu
yang tepat dengan cara yang efektif. Ini dilaksanakan mulai dari pimpinan
hingga ke seluruh pegawai yang ada di instansi pemerintah. Dengan
mengkomunikasikan informasi secara efektif, maka akan tercipta pengertian yang
sama di seluruh tingkat organisasi. Ini akan menghindarkan terjadinya
kesalahpahaman (misunderstanding) maupun distorsi informasi sehingga
pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi akan efektif untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Untuk melakukan komunikasi efektif, maka pimpinan
instansi:
a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk
dan sarana komunikasi; dan
b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui
sistem informasi secara terus menerus.
5. Pemantauan pengendalian intern.
Untuk memastikan apakah SPIP
dijalankan dengan baik oleh suatu instansi pemerintah, maka perlu dilakukan
pemantauan. Pemantauan akan menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan
memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera
ditindaklanjuti. Pemantauan dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
a. Pemantauan berkelanjutan, diselenggarakan
melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan
tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas
b. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui
penilaian sendiri, review, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern
c. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang
ditetapkan.
Kesimpulan dari
5 unsur sistem pengendalian intern pemerintah
Kelima
unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang
lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang
menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam organisasi
yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah.
Kelemahan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah :
1Tata kelola dan birokrasi pengendalian internal pemerintahan
terkesan tumpang tindih. Lembaga-lembaga tersebut juga juga terkesan terlalu
banyak dan tidak jelas batas kewenangannya sehingga menyebabkan tidak efektif
serta berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang dan pengawasan.
2.Perlu dijelaskan lebih rinci tentang Peraturan mengenai
lembaga apa saja yang bisa di audit oleh BPKP tersebut, karena sempat ada
masalah perihal wewenang BPKP mengaudit lembaga pemerintahan seperti KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi), oleh karena itu perlu pengaturan kelembagaan
BPKP dari perpres ke undang-undang agar memeliki kedudukan yang tinggi dimata
hukum.
3.Kurang adanya pembagian kewenangan dari pengawas karena
penyelenggaraan sistem pengendalian internal hanya dilakukan oleh pimpinan
instansi, ini menyebabkan adanya kemungkan system pengendalian tersebut
tersebut tidak di jalankan.
4.Kolusi diantara pegawai dapat mensiasati
pengendalian intern sebaik apapun;
5.Risiko
kegagalan dan dampaknya harus dibandingkan dengan manfaat penerapan sistem pengendalian intern.source :
http://www.bpkp.go.id/spip/konten/400/Sekilas-SPIP.bpkp
http://www.bppk.depkeu.go.id/berita-medan/12048-mengenal-sistem-pengendalian-intern-pemerintah